--> Skip to main content
Trigonal Translator: Penerjemah Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda

Peran Keluarga dan Lingkungan Terhadap Perkembangan Anak

Peran keluarga dan masyarakat terhadap perkembangan anak sangatlah penting dan tidak dapat dipandang sebelah mata. Terutama sekali keluarga, keluarga adalah orang pertama yang hendak mewarnai dan menentukan ke arah mana anak itu hendak dibawa. Teori tersebut tidak lepas dari kenyataan, di mana sejak anak dilahirkan, ia hidup, tumbuh, dan berkembang di tengah-tengah keluarga. Hal pertama yang anak lakukan adalah mengadakan hubungan nyata dengan ibu, ayah, kemudian dengan anggota keluarga lainnya. Jadi, keluargalah lingkungan yang pertama kali memperoleh kesempatan untuk mengisi pribadi anak.

Peran Keluarga dan Lingkungan Terhadap Perkembangan Anak

A. Peran Keluarga

Keluarga merupakan latar belakang sosial yang utama bagi anak, dan yang secara kodrati memang bertugas untuk mendidik mereka, maka harus mampu mengisi jiwa anak dengan menciptakan suasana keluarga yang harmonis, memberikan contoh-contoh sikap perilaku serta kebiasaan yang baik, karena sudah sifat anak untuk meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

Selain itu, sikap orang tua terhadap anak pun haruslah bijaksana, seiring, sejalan, seia sekata, senada, dan seirama tanpa membedakan antara yang satu dengan yang lain, serta tidak terjadi perbedaan pendapat atau cara pandang antara ayah dan ibu. Perbedaan pendapat atau pandangan yang sedikit saja antara ayah dan ibu, maka akan mengakibatkan anak tersebut kehilangan pegangan, ragu-ragu, dan bertanya-tanya siapakah yang harus dipatuhinya. Dengan demikian, jelaslah betapa besar pengaruh keluarga (orang tua) dalam proses pembentukan pribadi anak.

Namun demikian, setiap keluarga mempunyai suasana yang khas. Misalnya suasana itu hangat penuh kasih sayang ataukah dingin, acuh tak acuh, terlalu memanjakan, dan sebagainya. Kekhususan suasana itu terjadi karena dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: sosial ekonomi, pendidikan orang tua itu sendiri, sifat orang tua, dan lain sebagainya. Situasi dan kondisi yang demikian, akan mengakibatkan berbedanya cara mendidik dan mengasuh anak.

Menurut Prof. IP. Simanjuntak (1973: 73), sikap mendidik dan mengasuh anak itu dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu:

  1. Sikap berkuasa (otoriter)
    Yaitu sikap orang tua yang mengutamakan kepentingan sendiri dan memaksa anak untuk patuh secara mutlak kepadanya.
  2. Sikap demokratis
    Yaitu sikap orang tua yang penuh tanggung jawab dan melakukan anak sebagai subyek, bukan sebagai objek.
  3. Sikap memanjakan (indulgent)
    Yaitu sikap orang tua yang patuh dan selalu menuruti setiap permintaan anak, serta cenderung memberikan perlindungan yang berlebih-lebihan (over protection).
  4. Sikap menolak (rejection)
    Yaitu sikap orang tua yang ingkar terhadap apa yang paling dibutuhkan anak, yaitu kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang dan rasa diterima kehadirannya di tengah-tengah keluarga.

Prof. IP. Simanjuntak (1973: 73) memberikan pandangannya sebagai berikut:

Keluarga sebagai satu bentuk kesatuan terkecil dari komunikasi sosial dan merupakan bentuk lembaga pendidikan formal pertama.

Selanjutnya Abu Ahmadi (1975:50) menjelaskan:

Kelompok primer dalam masyarakat, di mana keluarga merupakan sebuah grup terbentuk dari perhubungan laki-laki dan perempuan. Perhubungan tersebut sedikit banyak berlangsung lama, untuk menciptakan dan membesarkan anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, beserta anak-anak yang belum dewasa.

Dari kedua pandangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh keluarga sangatlah penting bagi perkembangan kehidupan anak.

Setiap orang tua mengharapkan anaknya kelak bisa menjadi orang yang sukses. Banyak cara dan jalan yang ditempuh orang tua untuk mencapai tujuannya. Sering terlihat banyak orang tua yang mungkin kehilangan keyakinan akan kemampuannya dalam mendidik anak, atau mungkin menganggap bahwa orang lain lebih mampu mendidik anak dari pada orang tuanya sendiri.

Selain itu, banyak orang tua yang hanya menjadi orang tua yang mendidik anak hanya berdasarkan naluri saja, tanpa mempersiapkan diri untuk menjadi seorang ayah atau ibu. Caranya mendidik cenderung mengikuti pola pengalaman yang dialaminya sendiri, dengan kemungkinan hasil didikan yang sama diterapkan pada zaman yang berbeda. Maka dapat dimengerti bahwa orang tua sering mencoba-coba berbagai cara mendidik terhadap anaknya, seolah-olah anak menjadi kelinci percobaan dalam usaha pendidikan.

Melihat kenyataan yang diuraikan di atas, guna meningkatkan mutu pendidikan, masalah pendidikan anak haruslah menjadi prioritas utama. Bukan hanya mengandalkan pendidikan dari sekolah saja, tetapi juga membutuhkan lingkungan keluarga yang baik. Keluarga memiliki peran kunci dalam menghasilkan anak hebat pewaris masa depan.

Anak pertama kali belajar dalam kehidupan keluarga, hal ini senada dengan pendapat Hafi (1993), yaitu:

bahwa keluarga (rumah tangga) merupakan keluarga yang pertama kali sekali ditemui oleh anak dalam kehidupannya dan juga merupakan lingkungan utama, dengan demikian keluarga mempunyai peranan penting dalam memberikan dasar-dasar pendidikan.

Lebih jauh lagi, Soejono (1998), mengatakan bahwa: orang tua sebenarnya kunci motivasi dalam keberhasilan studi anak dan remaja. Peran mereka tidak akan dapat diganti oleh siapa pun dengan seutuhnya. Meskipun anak berada di lingkungan sekolah yang sama dan diberi fasilitas yang sama, tetapi minat belajarnya bisa saja tidak sama. Hal ini disebabkan oleh latar belakang keluarga mereka dan kemampuannya yang berbeda pula.

Nawawi dalam Hastati (2005:23) menjelaskan bahwa sebagai lingkungan primer, keluarga terutama orang tua adalah tokoh yang dominan yang akan ditiru oleh anak dalam membentuk kebiasaan-kebiasaan hidup sesuai dengan orang tua sebagai contoh pendidik adalah contoh nyata yang akan ditiru anak-anak dalam membentuk kebiasaan-kebiasaan hidup yang secara langsung akan mewarnai kehidupannya.

Selain itu, kebiasaan anak dalam kehidupan sehari-hari seperti kebiasaan belajar juga dipengaruhi oleh peran orang tua dalam mendidik dan memberikan contoh kepada anak-anaknya. Untuk lebih jelasnya peran orang tua dalam menumbuhkan motivasi belajar pada anak-anaknya adalah seperti yang dikemukakan oleh Suwaryono Wiryodijoyo (1989), yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan bagi anak-anak untuk membaca,
  2. orang tua atau anggota keluarga dapat saling berkomunikasi dengan anak,
  3. bersikap terbuka dan dekat dengan anak yang berpengaruh besar terhadap pembinaan motivasi belajar mereka,
  4. memberikan contoh perilaku senang membaca sehingga anak terbiasa dan terpengaruhi dengan kebiasaan orang tua,
  5. mengatur ruang belajar atau ruang baca dengan baik sehingga merupakan tempat menyenangkan untuk belajar dan santai untuk belajar,
  6. menyediakan anggaran untuk membeli surat kabar, majalah, buku atau bahan bacaan yang meningkatkan minat baca, dan
  7. memberikan hadiah kepada anak-anak berupa buku-buku yang sesuai dengan perkembangan psikologinya, misalnya pada saat kenaikan kelas, hari ulang tahunnya dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar anak merasa lebih dihargai atas jerih payahnya selama proses belajarnya tersebut.

B. Peran Lingkungan

1. Lingkungan Belajar Sekolah

Lingkungan sekolah merupakan tempat siswa berinteraksi dengan satu kesatuan sistem yang ada di sekolah. Lebih lanjut interaksi siswa dengan sistem dapat dijelaskan bahwa siswa berinteraksi dengan semua komponen yang ada di lingkungan sekolah, seperti sistem pembelajaran, sarana prasarana, teman, guru, dan lain sebagainya.

Lingkungan sekolah dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:

  1. berhubungan dengan sarana dan prasarana atau fasilitas, seperti kurikulum, gedung sekolah, taman, perpustakaan, laboratorium, dan lain sebagainya;
  2. berhubungan dengan interaksi siswa dengan lingkungan sosial, seperti hubungan dengan teman, hubungan dengan guru, hubungan dengan masyarakat, dan lain sebagainya.

Lingkungan belajar dapat diartikan sebagai tempat atau daerah belajar, sedangkan belajar merupakan kegiatan sadar yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa.

Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (Paulina, 2002: 15) pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Alur proses pelajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa.

Pendapat Slavin  dalam Yadi (2002: 9) menunjukkan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat mendiskusikan dengan temannya. Jadi siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya.

Anita Lie (2002: 12) menyampaikan hasil penelitiannya bahwa banyak penelitian penunjukan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:

lingkungan pembelajaran sekolah adalah lingkungan tempat belajar siswa yang dirancang terjadi proses belajar untuk menemukan dan memahami materi pelajaran.

Dalam perkembangannya, siswa sekolah juga tidak luput dari permasalahan yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini, masalah yang dialaminya tidak hanya berasal dari dalam dirinya namun masalah tersebut bisa juga berasal dari luar dirinya. Dalam kesehariannya, anak usia sekolah biasanya berperilaku tanpa didasari dengan pertimbangan yang menyeluruh dan komprehensif atau baik dan buruk. Secara umum dia hanya melakukan apa yang menurutnya benar dan menyenangkan.

2. Lingkungan Teman

Pergolakan emosi yang terjadi pada anak tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh, seperti pengaruh lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah, dan teman-temannya, serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Anak-anak akan identik dengan lingkungan teman di mana mereka berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka anak sering kali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang lain, sehingga kurang terpenuhinya aktualisasi diri. Hal ini menunjukkan betapa besar dampak yang ada dalam diri anak bila berinteraksi dalam lingkungan, dalam hal ini teman.

3. Lingkungan Guru

Selain berhubungan dengan teman-temannya, para siswa tersebut juga selalu berhubungan dengan para guru. Di sini, semua perilaku dan kualitas guru tersebut akanlah sangat berpengaruh kepada anak. Seperti yang dijelaskan oleh Crow dan Alice (1958: 301) yaitu bahwa:

seorang guru yang salah menempatkan diri dapat membahayakan pendidikan jika perilaku dan tingkah lakunya dapat mempengaruhi pelajar di sekolah tempat guru tersebut mengajar serta dapat pula memunculkan sikap merusak dari siswa.

Peran guru dalam menumbuhkan dan meningkatkan bakat serta minat belajar siswa, dapat dilakukan dengan menunjukkan niatan mereka dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada siswanya. Hal ini akan membuat anak merasa diperhatikan, sehingga membuat mereka enggan untuk menyia-nyiakan kesempatan belajar yang mereka dapatkan.

Selain itu, para guru harus selalu menjaga kondisi dan situasi belajar tetap tenang dan teratur, karena kondisi dan situasi tempat belajar anak sangatlah besar pengaruhnya terhadap proses perkembangan minat siswa dan tumbuhnya bakat dalam diri anak. Para siswa pun perlu diberikan suatu keyakinan bahwa mereka memiliki kelebihan masing-masing, dan kelebihan tersebut harus terus dijaga dan dilatih supaya berkembang.

4. Lingkungan Masyarakat

Menurut Usman (2002), kondisi sosial masyarakat akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Anak yang hidup dalam lingkungan yang rusak, besar kemungkinan akan tumbuh mentalitas yang rusak pula. Penyakit sosial yang tumbuh jelas sangat memengaruhi moralitas seseorang. Seseorang anak akan sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan yang negatif, karena seorang anak sering kali meniru apa yang dilakukan di lingkungan sekitarnya.

Selain itu, hubungan anak juga tidak luput dari permasalahan dengan lingkungan di sekitarnya. Dalam kehidupannya sehari-hari, anak akan melakukan aktivitasnya tanpa didasari dengan pertimbangan yang menyeluruh dan komprehensif, secara umum dia hanya melakukan apa yang menurutnya menyenangkan.


Itulah penjelasan mengenai peran keluarga dan masyarakat terhadap kehidupan anak yang berhasil Trigonal Media rangkumkan.

Artikel ini dibuat hanya untuk informasi semata. Jika Anda merasa terbantu oleh artikel ini, mohon keikhlasannya untuk mendoakan supaya Tuhan selalu melimpahkan kebaikan kepada Trigonal Media sekeluarga. Terima kasih.

REFERENSI
Artikel: 
Berbagai sumber 
Gambar:
Canva.com